Manusia adalah penyebab terjadinya krisis iklim yang saat ini kita rasakan, kata Pendeta Tuhoni Telaumbanua, Wakil ketua 1 Perkumpulan Sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) dalam diskusi Agama dan Keadilan Iklim yang diselenggarakan oleh GreenFaith Indonesia, 9 Maret 2024.
“Dalam ajaran Kristen, tugas umat manusia harus menghadirkan suasana damai, harmoni, dan keadilan iklim dan merespon situasi saat ini dengan ekonomi ekologis dan menginternalisasi hidup yang ramah lingkungan,” lanjut Pendeta Tuhoni.
Tetapi menurut Roy Murtadho, Pengajar Pesantren Ekologi Misykat al Anwar, krisis iklim ini tidak bisa hanya diselesaikan secara individual. “Menggunakan tumbler itu penting, tapi mengoreksi kebijakan dengan berani itu juga lebih penting. Kita tuntut hak semua anak untuk bisa langsung minum air bersih, dan air tidak boleh diperdagangkan. Dalam Islam, ada hadist yang menyebutkan bahwa air harus berdaulat,” kata Roy.
Yang terjadi saat ini menurutnya adalah liberalisasi terhadap sumber-sumber alam untuk kepentingan sekelompok orang saja. “Semua harus bekerja sama, tidak peduli dia muslim atau Kristen. Kita harus tegas mengkritik mereka, agar lebih pro-poor dan pro-lingungan untuk keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Roy.
Dalam diskusi yang juga menghadirkan para tokoh agama Katolik yaitu Romo Martinus Dam Febrianto SJ. Imam Katolik dari Ordo Serikat Jesus (Jesuit), Direktur Nasional JRS (Jesuit Refugee Service) Indonesia, Buddha diwakili Edi Ramawijaya Putra, WK I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri, Tangerang. Perspektif Hindu disampaikan oleh KRHT P Astono Chandra Dana, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sedangkan Perspektif Konghucu oleh Aldi Destian Satya, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Nasional Pemuda Agama Khonghucu Indonesia dan Perspektif Kepercayaan oleh Endang Retno Lastani, Sekretaris Jendral Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia.
Diskusi ini berkesimpulan bahwa urusan krisis iklim ini menjadi urusan bersama. Tidak ada satu agama yang membenarkan umatnya mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dan merugikan manusia lain. Sebaliknya agama mengajarkan bahwa manusia adalah mitra Tuhan dalam merawat bumi dan keseimbangannya sebagai rumah bersama umat manusia.
Kegiatan diskusi yang menghadirkan perspektif agama dalam isu krisis iklim ini dilakukan secara rutin oleh GreenFaith Indonesia yang percaya bahwa merawat bumi adalah bagian dari ibadah.
GreenFaith Indonesia adalah jaringan dari GreenFaith Internasional yang memiliki misi membangun gerakan lingkungan dan iklim multi-agama di seluruh dunia termasuk Indonesia, dengan visi membangun komunitas dan ekonomi yang berketahanan dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini.
Di Indonesia salah satu yang dilakukan oleh GreenFaith Indonesia adalah meningkatkan kepedulian dan pendidikan dari beragam ajaran multi-agama tentang lingkungan. Ruang belajar GreenFaith Indonesia ditujukan untuk melakukan aksi mengatasi perubahan ikllim dan mendukung Indonesia meninggalkan energi fosil dan beralih pada energi terbarukan.